
MANIS KAU SETUBUHI
Sepoi angin menjelma dan merasuki tulang belulangku,
Namun semuanya realitas tanpa sendu.
Cukuplah.
Karena diksimu takku butuhkan lagi
Tak patut lagi kau menjadi penuntut
Tak patut lagi kau menjadi buntut
Sudahlah…
Prakatamu hanyalah citra dalam ribuan derita.
Dulu dan sekarang beda,
Dan engkau selalu menyetubuhi pahitnya derita.
Sebatangkara adalah masamu sekarang,
Dan tak mungkin di masa yang akan datang,
Keramaian tempatmu berbagi.
Manis kau setubuhi,
Pahit kau jauhi.
Pamekasan, 2020
TUHANKU
Tuhanku
Begitu banyak bait-bait Doa yang aku kumandangkan
Begitu banyak sajak kerinduan yang aku sampaikan
Antara bahagia sampai ujung bedil sebuah penantian
Antara aksara kelam dan imajanasi para pujangga
Aku terlalu hina untukMu yang kuasa atas segalanya
Tuhanku
Terimalah rasa gaduhku Tuhan
Tuhanku
Aku mengembara di dalam alur naskahMu
menjadi pemeluk hangat ajaranMu
Tuhanku
Dalam angan aku bersahaja kerinduan
Dalam doa aku meminta petunjuk arah jalan pulang
Dalam kuasaMu aku tak pernah berperan
Dalam gelisahku aku mananti sebuah penantian
Tuhanku
Engkau agung melebihi ketinggian
Engkau api melebihi kepanasan
Engkau sejuk melebihi pepohonan
Engkau indah melebih lukisan.
Pamekasan, 2020
FENOMINA DIRI
Terlalu banyak rindu yang fana sebab waktu
Terlalu berlarut dalam mimpi yang bersahaja kelabu
Terlalu banyak seikat bunga yang dicicipi kumbang narasi
Dan terlalu berlarut dalam intuisi yang menjadi rindu dalam mimpi
Angan dan pola pikir yang fatal akibat skenario resah dan gelisah
Mungkin, seikat harapan selalu menghampiri tanpa jejak publikasi
Adakah keadilan dalam mimpi yang takjub akibat himpunan yang basi?
Mungkin ada, tapi bukan rindu ataupun resah dan gelisah.
Akantetapi fenomena duka yang menghampiri.
Sekilas saja tentang rindu yang tiada ujungnya ini,
Karna kamu bukan sajak yang abadi.
Pamekasan,2020
Penulis:
Arisqi lahir di Pamekasan Madura, 10 Agustus 2000. Mahasiswa Studi Agama-agama UIN JKT. Dan juga berkiprah di dunia seni Teater Qolbu Pamekasan.